Kapabilitas dinamis, sebagaimana dijelaskan oleh Teece dkk dalam berbagai studi (misalnya Dosi, Teece, dan Winter, 1989), merujuk pada kemampuan organisasi untuk secara terus-menerus menciptakan, memperbarui, dan memanfaatkan sumber daya internal serta eksternal guna merespons perubahan lingkungan bisnis yang dinamis.

Kapabilitas dinamis menekankan fleksibilitas dan adaptasi, yang menjadi sangat penting dalam menghadapi disrupsi pasar, inovasi teknologi, dan ketidakpastian lingkungan. Jika dibandingkan dengan paradigma lainnya, kapabilitas dinamis memiliki kelebihan dalam menangani volatilitas. Misalnya, konflik strategis (Ghemawat, Shapiro) lebih fokus pada persaingan langsung melalui permainan strategi dan alokasi pasar, tetapi seringkali tidak memberikan solusi untuk menghadapi ketidakpastian yang lebih besar. Perspektif sumber daya (Rumelt, Wernerfelt) juga mengasumsikan stabilitas lingkungan, sementara paradigma kapabilitas dinamis mengakui bahwa sumber daya harus terus diperbarui agar tetap relevan. Di sisi lain, kekuatan kompetitif Porter memberikan kerangka analitis untuk memahami tekanan pasar, tetapi kurang menekankan bagaimana organisasi harus berubah untuk mengatasi tekanan tersebut.

Perbanidngan empat paradigma manajemen strategis

Teece (2014) mengidentifikasi tiga aspek inti dari kapabilitas dinamis, yaitu pengenalan dan penilaian peluang (sensing), mobilisasi sumber daya untuk merebut peluang (seizing), serta pembaruan dan transformasi berkelanjutan (transforming). Perspektif ini menekankan perlunya perusahaan untuk melampaui rutinitas mereka saat ini agar dapat menghadapi tantangan lingkungan yang terus berkembang (Zahra, Sapienza, & Davidsson, 2006). Implementasi kapabilitas dinamis memerlukan struktur organisasi yang adaptif, proses pembelajaran yang berkesinambungan, dan kepemimpinan yang visioner. Misalnya, perusahaan seperti Apple dan Amazon telah menunjukkan bagaimana fleksibilitas strategis memungkinkan mereka tetap relevan di tengah perubahan pasar yang cepat.

Kapabilitas dinamis telah menjadi salah satu konsep penting dalam strategi bisnis modern yang memungkinkan perusahaan untuk tetap relevan di lingkungan yang terus berubah. Kapabilitas dinamis, menurut Ambrosini & Bowman (2009), adalah kemampuan tingkat tinggi yang berorientasi pada masa depan, yang dirancang untuk menangkap peluang sekaligus memitigasi ancaman. Namun, Helfat & Peteraf (2003) mengingatkan bahwa meskipun kapabilitas dinamis penting, mereka tidak secara otomatis menghasilkan produk yang laku di pasar, melainkan harus dipadukan dengan eksekusi yang tepat. Dalam konteks ini, Blome dkk. (2013) menyoroti bahwa ketangkasan (agility) merupakan salah satu aspek penting dari kapabilitas dinamis, karena memungkinkan perusahaan merespons dengan cepat perubahan pasar.

Kapabilitas Dinamis menurut Teece (2007)

Ambrosini & Bowman (2009) serta Zahra dkk. (2006) juga menunjukkan bahwa kapabilitas dinamis dapat memiliki efek yang beragam—positif, netral, atau bahkan negatif—terhadap kinerja bisnis, tergantung pada bagaimana kapabilitas tersebut diterapkan dalam konteks tertentu. Drnevich & Kriauciunas (2011) menambahkan bahwa pentingnya kapabilitas dinamis menjadi lebih menonjol di lingkungan yang sangat dinamis, di mana kecepatan dan fleksibilitas menjadi kunci untuk bertahan. Namun, Schilke (2014) menyoroti keterbatasan kapabilitas dinamis dalam kondisi lingkungan yang stabil, di mana keuntungan potensial dari kapabilitas ini menjadi kurang signifikan.

Dalam implementasinya, organisasi harus menciptakan mekanisme yang mendorong inovasi, fleksibilitas, dan pengambilan keputusan berbasis data. Hal ini memerlukan integrasi lintas fungsi, penggunaan teknologi informasi secara strategis, dan investasi dalam pengembangan sumber daya manusia. Secara keseluruhan, kapabilitas dinamis bukan hanya konsep teoretis, tetapi sebuah kerangka kerja praktis yang membantu perusahaan bertahan dan berkembang di lingkungan bisnis yang tidak dapat diprediksi.