Category: Ekosistem

Ekonomi Kompleksitas

Arthur WB (2021) menulis paper yang membandingkan ekonomi konvensional (neoklasik) dengan ekonomi kompleksitas.

Ekonomi neoklasik konvensional didasarkan pada beberapa asumsi inti:

  1. Rasionalitas sempurna: Diasumsikan bahwa agen-agen ekonomi memecahkan masalah yang terdefinisi dengan baik menggunakan logika rasional sempurna untuk mengoptimalkan perilaku mereka.
  2. Agen representatif: Biasanya diasumsikan bahwa agen-agen ini serupa satu sama lain — mereka bersifat “representatif” — dan dapat dikategorikan ke dalam satu, sedikit, atau sejumlah kecil tipe yang mewakili.
  3. Pengetahuan bersama: Diasumsikan bahwa semua agen memiliki pengetahuan yang sama tentang tipe agen lain, bahwa agen lain juga sepenuhnya rasional, dan mereka berbagi pengetahuan umum ini.
  4. Keseimbangan: Diasumsikan bahwa hasil agregat konsisten dengan perilaku agen, sehingga tidak ada insentif bagi agen untuk mengubah tindakan mereka.

Namun, dalam 120 tahun terakhir, ekonom seperti Thorstein Veblen, Joseph Schumpeter, Friedrich Hayek, dan Joan Robinson menentang kerangka keseimbangan ini dengan alasan masing-masing. Mereka berpendapat bahwa diperlukan pendekatan ekonomi yang berbeda.

Presentasi di IEEE TEMS tentang Pengembangan Strategi berbasis Kompleksitas

Pada tahun 1987, Santa Fe Institute mengadakan konferensi yang mengundang sepuluh teoretisi ekonomi dan sepuluh teoretisi fisika untuk mengeksplorasi ekonomi sebagai sistem kompleks yang terus berkembang.

Ekonomi kompleksitas melihat ekonomi bukan sebagai sistem yang selalu dalam keadaan seimbang, tetapi sebagai sistem yang terus berubah. Keputusan yang diambil oleh para pelaku ekonomi (atau agen) tidak diasumsikan superrasional, dan masalah yang mereka hadapi tidak selalu terdefinisi dengan baik. Ekonomi tidak lagi dipandang sebagai “mesin yang bekerja sempurna,” melainkan sebagai “ekologi” yang selalu berubah — berisi kepercayaan, prinsip pengorganisasian, dan perilaku yang terus berkembang.

Ekonomi kompleksitas menganggap bahwa setiap pelaku ekonomi berbeda satu sama lain, memiliki informasi yang tidak sempurna tentang agen lain, dan terus mencoba memahami situasi yang mereka hadapi. Agen-agen ini mengeksplorasi, bereaksi, dan terus-menerus mengubah tindakan dan strategi mereka berdasarkan hasil yang mereka ciptakan bersama. Hasil akhirnya mungkin tidak dalam keadaan keseimbangan dan dapat menunjukkan pola serta fenomena baru yang tidak terlihat dalam analisis keseimbangan. Ekonomi menjadi sesuatu yang tidak tetap dan ada begitu saja, tetapi terus berkembang melalui kumpulan tindakan, strategi, dan keyakinan yang sedang berkembang. Ekonomi tidak lagi mekanistik, statis, abadi, dan sempurna, melainkan organik, hidup, selalu menciptakan dirinya sendiri, dan penuh dengan dinamika yang rumit.

Perbandingannya dipaparkan dalam tabel berikut:

Dalam sistem kompleks, tindakan yang diambil oleh seorang agen disalurkan melalui jaringan koneksi. Dalam ekonomi, jaringan ini dapat terbentuk melalui perdagangan, transmisi informasi, pengaruh sosial, atau aktivitas pinjam-meminjam. Ada beberapa aspek menarik dari jaringan ini:

  1. Struktur interaksi atau topologi jaringan memengaruhi stabilitas.
  2. Jaringan memungkinkan pasar untuk mengatur diri mereka sendiri.
  3. Risiko dapat ditransmisikan melalui jaringan, peristiwa dapat menyebar, dan struktur kekuasaan dapat terbentuk.

Topologi jaringan sangat penting untuk menentukan apakah konektivitas meningkatkan stabilitas atau justru sebaliknya. Kerapatan koneksi juga memainkan peran penting. Jika sebuah peristiwa terjadi di jaringan yang jarang terhubung, dampaknya akan segera berhenti karena tidak ada jalur untuk penyebaran lebih lanjut. Namun, di jaringan yang sangat terhubung, peristiwa tersebut akan menyebar luas dan terus meluas dalam waktu yang lama. Jika jaringan perlahan-lahan meningkatkan tingkat konektivitasnya, sistem akan berubah dari memiliki sedikit dampak (atau tanpa dampak) menjadi dampak besar, bahkan menghasilkan konsekuensi yang tidak berakhir. Hal ini dikenal sebagai perubahan fase, salah satu ciri khas dari ekonomi kompleksitas.

Ekonomi kompleksitas, dengan fokusnya pada dinamika jaringan dan evolusi sistem, menawarkan cara baru untuk memahami perilaku ekonomi di dunia yang penuh ketidakpastian dan perubahan yang cepat.

Referensi:

Modularitas dan Tata Kelola Ekosistem

Paper dari Jacobides, Cennamo, dan Gawer (2018) memaparkan lebih lanjut
peran penting modularitas dalam ekosistem. Sebagai implikasinya, diperlukan tata kelola yang seimbang untuk memastikan ekosistem tetap sehat dan berkembang, sehingga dapat mendukung keberlangsungan bisnis dari entitas-entitas di dalamnya.

Koordinasi Ekosistem

Modularitas merupakan elemen krusial dalam mendukung pertumbuhan ekosistem. Modularitas bukanlah faktor eksternal (eksogen), melainkan hasil dari peran aktif pemegang platform dalam membentuk struktur dan hubungan antar entitas di dalam ekosistem. Saat modularitas disusun, ekosistem dapat terbentuk meskipun awalnya tidak dirancang secara eksplisit, seperti yang terjadi pada ekosistem aplikasi iPhone versi awal. Meskipun awalnya dirancang sebagai sistem tertutup (walled garden), ekosistem iPhone berkembang dengan masuknya aplikasi pihak ketiga tanpa otorisasi formal, menciptakan ekosistem yang lahir secara tidak sengaja (accidental ecosystem).

Kolaborasi Ekosistem

Dinamika kolaborasi dalam ekosistem sangat bergantung pada jenis komplementor yang terlibat, yang menghasilkan variasi dalam perilaku dan struktur pengelolaan. Pola perilaku di sektor yang lebih baru cenderung berbeda dibandingkan dengan sektor yang sudah mapan. Semakin dinamis interaksi dalam ekosistem, semakin besar potensi keberhasilan dalam mengenali peluang dan mengadopsi pendekatan yang tepat untuk keberlangsungan ekosistem. Dalam konteks persaingan, kemudahan dalam mengakses aset serta relasi antar komponen menjadi penentu utama dalam menarik aktor baru atau mendorong perpindahan aktor antar ekosistem. Mekanisme ini memperkuat dinamika lintas ekosistem yang dapat memengaruhi kesuksesan kolaborasi.

Penciptaan Nilai

Penciptaan nilai dalam ekosistem dapat dianalisis melalui interaksi antara berbagai komplementor yang terlibat. Interaksi ini tidak hanya memberikan nilai tambah bagi pelanggan, tetapi juga menciptakan tantangan untuk mempertahankan anggota ekosistem, terutama jika ada kompetitor yang menawarkan daya tarik lebih besar. Semakin modular sebuah ekosistem, semakin besar upaya yang harus dilakukan oleh pusat ekosistem untuk menarik anggota baru. Namun, ketika ekosistem mencapai dominasi tertentu, proses penambahan anggota akan terjadi secara alami tanpa banyak intervensi.

Tata Kelola Ekosistem

Tata kelola dalam ekosistem bergantung pada aturan yang mengatur keterlibatan aktor dalam ekosistem, baik dalam bentuk aturan tertulis maupun aturan informal yang diakui secara de facto. Sifat dari antarmuka dan standar dalam ekosistem juga menentukan sejauh mana aktor dapat berpartisipasi secara efektif. Beberapa ekosistem memiliki tata kelola yang ketat dan didokumentasikan, sementara yang lain lebih bergantung pada aturan yang tidak terformalisasi namun tetap diakui oleh para aktor dalam ekosistem tersebut. Keberhasilan tata kelola ini sangat penting untuk memastikan keseimbangan antara inovasi, kolaborasi, dan persaingan dalam ekosistem.

Ekosistem Berbasis Platform

Ekosistem bisnis memiliki karakteristik koordinasi yang unik, dengan entitas yang tergabung tetap bersifat mandiri, namun dihubungkan oleh arsitektur bersama yang bersifat modular. Modularitas dalam ekosistem ini memungkinkan setiap komponen untuk dikelola secara independen dengan tetap menjaga koordinasi antarmodul. Dalam konteks ini, pengelola ekosistem memiliki fleksibilitas penuh dalam desain dan operasi selama konektivitas antar modul tetap terjaga. Ekosistem menjadi relevan ketika koordinasi internal menawarkan nilai yang tidak dapat dicapai melalui mekanisme pasar, namun tidak memerlukan struktur otoritas terpusat untuk berfungsi secara efektif.

Platform dirancang sebagai inti arsitektur sebuah ekosistem, termasuk untuk menerapkan tata kelola dan model bisnis. Penyedia platform diharapkan berfungsi sebagai perancang ekosistem. Namun dalam dunia bisnis dan teknologi yang selalu berubah, kesederhanaan struktur seperti ini dapat setiap saat berubah.

Penelitian dari Ceccagnoli dkk. (2012) serta Gawer & Cusumano (2008) menjelaskan bahwa ekosistem berbasis platform melibatkan penyedia platform utama dan para penyedia produk atau layanan pelengkap (komplementer). Para komplementor ini berperan penting dalam meningkatkan nilai platform bagi pelanggan. Menurut Ceccagnoli dkk. (2012), keterhubungan dengan platform tidak hanya memungkinkan inovasi dari pihak komplementor, tetapi juga memberi mereka akses ke kustomer platform, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Selain itu, Wareham, Fox, dan Cano Giner (2014) memandang ekosistem platform sebagai suatu marketplace semi-teregulasi yang berfungsi sebagai katalisator aktivitas kewirausahaan melalui koordinasi atau arahan yang diberikan oleh penyedia platform. Cennamo dan Santaló (2013) menambahkan perspektif bahwa ekosistem platform dapat dipahami sebagai pasar multi-sisi yang memungkinkan terjadinya transaksi lintas kelompok pengguna yang berbeda, menciptakan nilai tambah melalui dinamika interaksi antara berbagai pihak dalam ekosistem tersebut.

Paper Jacobides, Cennamo, dan Gawer (2018) memaparkan perbandingan model rantai nilai pada ekosistem dibandingkan sistem lain dalam gambar di bawah.

Model rantai nilai berbasis ekosistem menawarkan pendekatan koordinasi yang berbeda dibandingkan dengan sistem berbasis hierarki dan sistem berbasis nilai pasar. Dalam sistem hierarki, aliran nilai didominasi oleh struktur vertikal yang terorganisir secara ketat, di mana entitas-entitas yang terlibat, seperti komponen atau pemasok, beroperasi dalam kerangka kerja yang ditentukan oleh produk fokus. Relasi antar komponen diatur melalui kontrol langsung, dengan tingkat persaingan yang minim tetapi lebih menekankan kerja sama untuk mencapai efisiensi operasional dalam rantai pasok. Dalam sistem berbasis nilai pasar, struktur hubungan bersifat desentralisasi sepenuhnya, di mana transaksi berlangsung secara langsung antara entitas yang berbeda tanpa peran dominan dari sebuah produk fokus atau penyedia platform. Dalam sistem ini, kompetisi menjadi elemen utama, dengan masing-masing produk atau layanan berupaya untuk menarik pelanggan secara independen.

Sebaliknya, sistem berbasis ekosistem memberikan fleksibilitas yang lebih besar melalui modularitas dan keterhubungan antar entitas. Produk fokus tetap menjadi pusat, tetapi aktor-aktor lain, termasuk komplementor, memiliki otonomi untuk berinovasi dan berkolaborasi, menciptakan nilai tambah baik secara langsung maupun tidak langsung. Komplementor tidak hanya mendukung produk fokus tetapi juga saling terhubung satu sama lain, memungkinkan terciptanya sinergi yang lebih dinamis dibandingkan sistem hierarki. Model ini tetap memerlukan koordinasi untuk memastikan integrasi dan keberlanjutan antar entitas dalam ekosistem.

Kekuatan dan Organisasi Ekosistem

Ekosistem bisnis, inovasi, dan platform adalah tiga jenis ekosistem yang diidentifikasi untuk memahami dinamika kolaborasi antara perusahaan dan berbagai aktor lain dalam lingkungan bisnis modern. Masing-masing memiliki karakteristik dan tujuan unik yang saling melengkapi dalam menciptakan nilai, meningkatkan daya saing, dan mendukung inovasi.

Ekosistem Bisnis

Ekosistem bisnis mengacu pada komunitas yang terdiri atas perusahaan, pelanggan, dan pemasok yang saling memengaruhi. Teece (2007) menggambarkan ekosistem ini sebagai komunitas yang tidak hanya berdampak pada kinerja individu perusahaan, tetapi juga memengaruhi kapabilitas dinamisnya dan kemampuan untuk mempertahankan keunggulan kompetitif. Dalam pandangan Iansiti & Levien (2004), kinerja anggota ekosistem sangat bergantung pada kinerja keseluruhan ekosistem. Ko-evolusi terjadi melalui mekanisme adaptasi bersama yang dijamin oleh keberadaan pemimpin ekosistem yang memelihara stabilitas. Dhanaraj & Parkhe (2006) menyoroti pentingnya perusahaan yang berperan sebagai hub untuk mengelola pengetahuan, inovasi, dan stabilitas dalam ekosistem.

Ekosistem Inovasi

Ekosistem inovasi lebih menekankan pada kolaborasi yang bertujuan menciptakan dan mengkomersialisasikan inovasi. Adner (2006, 2012) menyatakan bahwa ekosistem ini adalah pengaturan di mana perusahaan-perusahaan saling berinteraksi untuk menciptakan nilai bersama bagi pelanggan. Fokus dari ekosistem inovasi adalah mengintegrasikan berbagai komponen, baik dari arah atas (inovator) maupun arah bawah (komplementor), seperti yang dijelaskan oleh Brandenburger & Nalebuff (1996). Kapoor & Lee (2013) menambahkan bahwa pengelolaan ekosistem memengaruhi koordinasi investasi pada teknologi baru dan proses komersialisasi. Pengetahuan memainkan peran penting dalam ekosistem ini, seperti yang diuraikan oleh Alexy, George, & Salter (2013), karena hubungan antara perusahaan dalam ekosistem berdampak pada kesehatan dan kelestarian ekosistem inovasi secara keseluruhan.

Ekosistem Platform

Ekosistem platform berpusat pada penyedia platform serta berbagai aktor yang mendukung dan melengkapi platform tersebut. Ceccagnoli dkk. (2012) serta Gawer & Cusumano (2008) mendefinisikan ekosistem ini sebagai kumpulan penyedia platform dan penyedia produk atau layanan komplementer yang bersama-sama menciptakan nilai bagi pelanggan. Hubungan antara aktor dalam ekosistem platform memungkinkan akses yang lebih luas ke basis pelanggan platform, baik secara langsung maupun tidak langsung. Wareham, Fox, & Cano Giner (2014) menjelaskan bahwa ekosistem platform sering kali berfungsi sebagai marketplace yang setengah terregulasi, mendukung kewirausahaan dengan koordinasi dari penyedia platform. Cennamo & Santalo (2013) menambahkan bahwa ekosistem ini menciptakan pasar multi-sisi yang memungkinkan berbagai kelompok pengguna bertransaksi dan saling berinteraksi.

Camarinha-Matos & Afsarmanesh (2008) mengartikan ekosistem bisnis sebagai jaringan kolaborasi strategis yang terorganisir untuk jangka panjang, mencakup berbagai sektor bisnis yang bekerja secara sinergis. Dalam ekosistem bisnis kolaboratif (Business Collaborative Ecosystem atau BCE), proses bisnis bersama ditekankan sebagai inti dari kolaborasi, didukung oleh infrastruktur kolaborasi yang dirancang untuk memfasilitasi interaksi antaranggota. BCE juga memainkan peran penting dalam membangun dan memelihara kesalingpercayaan antar anggota, yang menjadi fondasi utama dalam menciptakan kerja sama yang efektif dan berkelanjutan.

BCE merupakan bagian dari jaringan kolaborasi yang dapat mengambil berbagai bentuk, mulai dari kolaborasi terorganisasi hingga kolaborasi ad hoc yang bersifat lebih fleksibel. Jaringan strategis adalah bagian penting dari ekosistem ini, mencakup organisasi virtual (VO) dan komunitas virtual. Ekosistem bisnis (BCE) sendiri termasuk dalam cabang jaringan strategis. Melalui pandangan ini, ekosistem bisnis tidak hanya berfungsi sebagai tempat bertemunya pelaku usaha, tetapi juga sebagai kerangka kerja yang terstruktur untuk meningkatkan kolaborasi, efisiensi, dan inovasi di berbagai sektor industri. Kolaborasi strategis jangka panjang menjadi kunci untuk mempertahankan relevansi dan daya saing di pasar global yang dinamis.

Teori Awal Ekosistem Bisnis

Teori awal ekosistem bisnis yang diperkenalkan oleh Moore (1996) mendefinisikan ekosistem bisnis sebagai perluasan dari model bisnis tradisional, yang mempertimbangkan tidak hanya perusahaan inti tetapi juga jaringan kompleks dari pelaku bisnis yang saling terkait. Dalam pandangan Moore, ekosistem bisnis mencakup berbagai pihak yang terlibat langsung atau tidak langsung dengan bisnis utama sebuah perusahaan, seperti pelanggan, jalur distribusi, supplier, penyedia produk komplementer, regulator, hingga kompetitor. Bahkan, dalam kerangka ini, kompetitor tidak hanya dianggap sebagai ancaman tetapi juga sebagai komponen penting dalam pengembangan bisnis, karena mereka dapat menciptakan standar industri bersama atau mendorong inovasi yang saling melengkapi.

Moore (1993), diperkaya Rong (2015)

Ekosistem bisnis digambarkan sebagai struktur dinamis yang berpusat pada bisnis utama, di mana semua pihak berinteraksi dalam pola yang kompleks untuk menciptakan nilai bersama. Dinamika ini melibatkan pengaruh dari berbagai faktor, mulai dari kebutuhan pelanggan, peran pemerintah, hingga standar pasar. Moore menekankan pentingnya perusahaan memahami dan mengelola hubungan ini untuk menciptakan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Namun, dalam definisi awalnya, Moore tidak memberikan elaborasi yang mendalam tentang bagaimana setiap komponen ini berfungsi secara rinci dalam ekosistem. Fokusnya lebih pada pentingnya melihat perusahaan sebagai bagian dari sistem yang lebih besar, di mana keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh kinerja internal tetapi juga oleh sinergi dengan elemen-elemen lain dalam ekosistem tersebut.

Shi (2003) diperbarui Rong (2015)

Shi (2003), yang kemudian diperbarui oleh Rong (2015), menggambarkan evolusi teori-teori pengembangan ekosistem bisnis sebagai kerangka untuk memperluas sumber daya bisnis di luar perusahaan, ke tingkat internasional, dan sering kali melibatkan kombinasi keduanya. Konsep ini berfokus pada pengembangan jaringan bisnis, kluster industri, serta inovasi terbuka sebagai elemen utama dalam mendorong eksternalisasi dan internasionalisasi perusahaan. Jaringan bisnis berfungsi sebagai platform kolaborasi untuk berbagi mitra usaha, seperti yang dijelaskan oleh Astley & Fombrun (1983), Wernerfelt (1984), serta Wilkinson & Young (2002). Kluster industri, di sisi lain, memfasilitasi integrasi virtual antar kluster untuk menciptakan sinergi yang lebih besar, seperti yang diuraikan oleh Bergman & Feser (1999), Berkley & Henry (1997), dan Niu (2009).

Selain itu, Rong juga menyoroti tiga aliran utama dalam jaringan supply, yaitu supply klasik, jaringan nilai, dan kluster industri. Perusahaan-perusahaan semakin terdorong untuk mengadopsi pendekatan jaringan produksi antar perusahaan dan antar negara melalui aliansi internasional dan jaringan virtual global, yang memungkinkan efisiensi operasional dan pengelolaan sumber daya lintas batas. Inovasi terbuka menjadi komponen kunci lainnya, di mana gagasan dari dalam dan luar organisasi dipadukan untuk menciptakan nilai baru. Konsep ini didukung oleh penelitian dari Chesbrough (2003), Grassmann & Enkel (2004), serta Rohrbeck dkk. (2009), yang menekankan pentingnya kolaborasi lintas entitas dalam mendorong inovasi.

© 2025 Leadership Insights

Theme by Anders NorenUp ↑