Hadiah Nobel Ekonomi dianugerahkan tahun 2024 ini pada Daron Acemoglu, Simon Johnson, dan James A. Robinson, sebagai pengakuan atas Teori Institusi yang mereka kembangkan. Anugerah ini diumumkan 9 Oktober 2024, dengan tambahan bahwa teori mereka memberikan wawasan tentang penyebab kemiskinan atau kekayaan berbagai negara, lengkap dengan panduan bagi kebijakan pembangunan dan reformasi institusi.

Teori Institusi mengungkapkan bahwa kemakmuran suatu negara bukan sekadar ditentukan oleh faktor geografis, budaya, atau sumber daya alam; namun lebih oleh institusi, yang dalam hal ini berarti aturan, kebijakan, dan struktur sosial. Institusi ini memainkan peran kunci dalam mendorong atau menghambat kemajuan ekonomi. Paran pengembang teori ini membagi institusi atas institusi inklusif dan institusi ekstraktif.

Institusi inklusif adalah institusi yang memungkinkan partisipasi luas dari masyarakat dalam kegiatan ekonomi. Dengan adanya perlindungan terhadap hak kepemilikan, jaminan kesetaraan peluang, dan dorongan terhadap inovasi, institusi inklusif memungkinkan banyak orang untuk ikut serta dalam pembangunan ekonomi. Sebaliknya, institusi ekstraktif berfungsi dengan cara yang bertolak belakang. Kekuasaan dan kekayaan terkonsentrasi di tangan sekelompok kecil elit. Akibatnya, sebagian besar masyarakat terpinggirkan dari akses ekonomi, dan inovasi menjadi terhambat. Negara-negara dengan institusi ekstraktif cenderung terperangkap dalam lingkaran kemiskinan dan ketidaksetaraan.

Salah satu elemen menarik dari teori ini adalah konsep critical junctures atau persimpangan kritis. Ini adalah momen-momen penting dalam sejarah suatu bangsa—seperti revolusi, perang, atau penjajahan—yang bisa mengubah arah jalur institusional mereka. Pada saat-saat inilah masyarakat bisa memilih untuk membangun institusi yang lebih inklusif atau malah memperkuat institusi yang ekstraktif. Contoh klasik yang sering diangkat adalah perbedaan nasib antara Amerika Utara dan Amerika Latin setelah kedatangan penjajah Eropa. Amerika Utara, dengan iklim dan kondisi lingkungan yang cocok untuk pemukiman, cenderung mengembangkan institusi yang melibatkan masyarakat secara luas. Sebaliknya, Amerika Latin, dengan sumber daya alam yang berlimpah, justru menarik para penjajah untuk membangun sistem berbasis eksploitasi sumber daya. Dampaknya, Amerika Utara berkembang menjadi wilayah yang lebih makmur dan stabil secara politik, sementara Amerika Latin terus bergulat dengan ketimpangan sosial dan ekonomi.

Hal lain yang tidak kalah penting adalah konsep sentralisasi kekuasaan politik. Institusi yang baik butuh dukungan dari kekuasaan politik yang kuat dan terpusat. Mengapa? Karena tanpa kekuasaan terpusat, aturan hukum sulit ditegakkan, dan konflik kepentingan menjadi lebih sering terjadi. Namun, sentralisasi ini harus disertai dengan akuntabilitas. Tanpa akuntabilitas, kekuasaan politik yang kuat bisa berubah menjadi sistem yang opresif dan ekstraktif. Bayangkan negara-negara otoriter di mana penguasa mengontrol segalanya tanpa pengawasan—sistem semacam ini cenderung membangun institusi ekstraktif yang hanya menguntungkan segelintir orang.

Selain itu, ada fenomena yang disebut pergeseran institusi; yaitu perubahan kecil yang terjadi secara bertahap dalam jangka panjang. Pergeseran ini bisa memperkuat sistem inklusif atau, sebaliknya, justru membuat institusi yang tadinya inklusif menjadi ekstraktif. Misalnya, reformasi hukum kecil-kecilan atau perubahan kebijakan tertentu mungkin terlihat sepele, tapi jika dilakukan secara terus-menerus, dampaknya bisa besar dalam jangka panjang. Inilah mengapa dinamika kekuasaan politik sangat penting. Elit yang diuntungkan dari sistem ekstraktif cenderung akan menolak perubahan, karena mereka tidak ingin kehilangan akses ke kekuasaan dan kekayaan.

Pendekatan mereka juga didukung oleh banyak bukti empiris. Salah satu penelitian mereka yang paling terkenal adalah tentang warisan kolonial. Dalam penelitian tersebut, mereka menunjukkan bahwa wilayah-wilayah yang di masa lalu membangun institusi ekstraktif selama era kolonial, seperti kebun-kebun besar di Afrika atau Amerika Latin, saat ini masih mengalami masalah kemiskinan dan ketidaksetaraan yang tinggi. Sebaliknya, wilayah-wilayah yang membentuk institusi inklusif, seperti Amerika Utara, saat ini cenderung lebih stabil secara politik dan lebih makmur secara ekonomi. Peristiwa penting lain yang sering mereka soroti adalah Revolusi Agung (Glorious Revolution) di Inggris, di mana sistem monarki absolut diubah menjadi sistem monarki konstitusional yang lebih inklusif, sehingga memungkinkan lahirnya lembaga-lembaga ekonomi modern yang lebih terbuka dan partisipatif.

Lalu, bagaimana teori ini relevan untuk manajemen strategis? Dalam dunia bisnis, perusahaan tidak bisa lepas dari pengaruh institusi di negara tempat mereka beroperasi. Jika suatu negara memiliki institusi inklusif, maka bisnis memiliki peluang lebih besar untuk berkembang. Sebaliknya, di negara-negara dengan institusi ekstraktif, perusahaan sering menghadapi risiko yang lebih besar, seperti korupsi, ketidakpastian hukum, dan pengambilan keputusan yang didominasi oleh elit tertentu. Teori ini juga memberikan wawasan bagi perusahaan multinasional yang ingin melakukan ekspansi global. Sebelum berinvestasi di negara tertentu, penting untuk menganalisis apakah institusi di negara tersebut bersifat inklusif atau ekstraktif. Perusahaan dapat menggunakan pemahaman ini untuk memetakan risiko dan merancang strategi mitigasi yang lebih efektif.

Menariknya, perusahaan bukan hanya aktor pasif dalam ekosistem institusional. Dalam beberapa kasus, perusahaan besar justru dapat memengaruhi bentuk institusi di suatu negara. Perusahaan yang kuat secara finansial dapat melobi perubahan kebijakan atau memperkuat status quo. Kadang-kadang, perusahaan membantu memperkuat sistem ekstraktif dengan mendukung regulasi yang menguntungkan mereka, tetapi di sisi lain, perusahaan juga dapat mendorong reformasi yang lebih inklusif, misalnya dengan mengadvokasi transparansi dan keadilan dalam peraturan pasar.

Sumber:
Acemoglu D, Johnson S, Robinson J, 2004. Institutions as the Fundamental Cause of Long-Run Growth, NBER Working Paper Series, National Bureau of Economic Research. URL: http://www.nber.org/papers/w10481