Tag: OK

Tema Awal 2025

Annual letter dari Future Today Institute memaparkan situasi yang terjadi di akhir 2024 serta dampak yang perlu dipertimbangkan di 2025. Ringkasannya dipaparkan di bawah ini.

1. Technology Supercycle: Tahun 2025 menandai dimulainya “Supercycle Teknologi” yang dipicu oleh konvergensi teknologi-teknologi baru seperti AI, sensor canggih, dan bioteknologi. Periode percepatan inovasi ini dapat menyaingi revolusi besar sebelumnya seperti listrik dan internet, memicu pergeseran ekonomi, munculnya industri baru, dan transformasi sosial.

2. Living Intelligence: Lebih dari sekadar AI, sistem “kecerdasan hidup” akan menggabungkan AI, sensor canggih, dan bioteknologi untuk menciptakan sistem yang dapat beradaptasi dan belajar sendiri. Sistem ini akan mengubah industri dan pasar, mendorong para pemimpin untuk melampaui pemikiran berbasis AI semata agar dapat menangkap peluang dari konvergensi ini.

3. PLAMs, CLAMs, & GLAMs: Evolusi dari LLM (Large Language Models) ke LAM (Large Action Models) akan memungkinkan eksekusi tugas secara real-time, bukan hanya pembuatan konten. Model tindakan pribadi (PLAM), perusahaan (CLAM), dan pemerintahan (GLAM) akan mengotomatiskan pengambilan keputusan, merampingkan pengalaman pengguna, dan beroperasi secara mandiri dengan memanfaatkan data perilaku.

4. Weird Tech Alliances: Kemitraan yang tak terduga, seperti Apple yang menggunakan chip pelatihan AI milik Amazon, menandakan pergeseran menuju kolaborasi lintas industri. Para pemain besar cloud seperti AWS, Microsoft, dan Google semakin banyak bermitra dengan raksasa teknologi lainnya untuk mengembangkan infrastruktur AI generasi berikutnya.

5. Crypto Winter Thaws: Kenaikan Bitcoin hingga mencapai $100K terkait dengan terpilihnya Donald Trump, yang berjanji menjadikan AS sebagai “pusat kripto dunia” dengan mendorong deregulasi pasar. Usulan Trump untuk menciptakan cadangan strategis kripto dan pengangkatan tokoh pro-kripto sebagai ketua SEC mengisyaratkan kondisi yang lebih menguntungkan bagi pertumbuhan mata uang kripto pada tahun 2025.

6. Quantum Computing’s Breakthrough: Kemajuan dalam koreksi kesalahan dan sistem hybrid kuantum-klasik mendorong komputasi kuantum ke arah komersialisasi. Investasi dari Google, IBM, dan pemerintah AS bertujuan membuat sistem kuantum lebih mudah diakses, dengan sistem hybrid menjadi peluang bisnis dalam waktu dekat.

7. Climate Tech Innovation: Perubahan iklim akan meningkatkan permintaan terhadap inovasi teknologi seperti desalinasi, beton pengurang karbon, dan alternatif GPS. Seiring meningkatnya cuaca ekstrem, kebutuhan akan infrastruktur yang tangguh akan mendorong percepatan komersialisasi dan adopsi teknologi iklim.

8. Nuclear Energy Comeback: Reaktor Modular Kecil (SMR) semakin diminati sebagai alternatif bersih dan skalabel untuk pembangkit listrik tenaga nuklir tradisional. Microsoft, Google, dan Amazon berinvestasi dalam SMR untuk memasok energi pusat data mereka. Pemerintah AS juga mendukung pengembangan SMR, dan energi fusi mungkin akan mengalami terobosan besar pada tahun 2025.

9. Chaos in Europe: Ketidakstabilan politik di Prancis dan Jerman akan melemahkan kemampuan Eropa dalam mendorong inovasi, terutama dengan diberlakukannya UU AI Uni Eropa pada tahun 2025. Tanpa kepemimpinan yang kuat, sektor “Mittelstand” Jerman dan ekosistem teknologi Prancis mungkin kesulitan, yang pada akhirnya dapat mengurangi daya saing Eropa secara keseluruhan.

10. Washington’s Game of Thrones: Para miliarder teknologi, yang diperkaya oleh pemerintahan Trump, akan semakin menguasai proses pembuatan kebijakan di AS. Pengaruh Lembah Silikon di Washington akan meningkat, menggantikan otoritas tradisional pemerintah, karena para pemimpin teknologi memanfaatkan kekayaan dan pengaruh mereka untuk membentuk kebijakan yang menguntungkan mereka.

Sumber:
Webb, Amy. Annual Letter — 2025 Macro Themes + 2024 Signals Review. Future Today Institute. [URL]

Teori Institusi

Hadiah Nobel Ekonomi dianugerahkan tahun 2024 ini pada Daron Acemoglu, Simon Johnson, dan James A. Robinson, sebagai pengakuan atas Teori Institusi yang mereka kembangkan. Anugerah ini diumumkan 9 Oktober 2024, dengan tambahan bahwa teori mereka memberikan wawasan tentang penyebab kemiskinan atau kekayaan berbagai negara, lengkap dengan panduan bagi kebijakan pembangunan dan reformasi institusi.

Teori Institusi mengungkapkan bahwa kemakmuran suatu negara bukan sekadar ditentukan oleh faktor geografis, budaya, atau sumber daya alam; namun lebih oleh institusi, yang dalam hal ini berarti aturan, kebijakan, dan struktur sosial. Institusi ini memainkan peran kunci dalam mendorong atau menghambat kemajuan ekonomi. Paran pengembang teori ini membagi institusi atas institusi inklusif dan institusi ekstraktif.

Institusi inklusif adalah institusi yang memungkinkan partisipasi luas dari masyarakat dalam kegiatan ekonomi. Dengan adanya perlindungan terhadap hak kepemilikan, jaminan kesetaraan peluang, dan dorongan terhadap inovasi, institusi inklusif memungkinkan banyak orang untuk ikut serta dalam pembangunan ekonomi. Sebaliknya, institusi ekstraktif berfungsi dengan cara yang bertolak belakang. Kekuasaan dan kekayaan terkonsentrasi di tangan sekelompok kecil elit. Akibatnya, sebagian besar masyarakat terpinggirkan dari akses ekonomi, dan inovasi menjadi terhambat. Negara-negara dengan institusi ekstraktif cenderung terperangkap dalam lingkaran kemiskinan dan ketidaksetaraan.

Salah satu elemen menarik dari teori ini adalah konsep critical junctures atau persimpangan kritis. Ini adalah momen-momen penting dalam sejarah suatu bangsa—seperti revolusi, perang, atau penjajahan—yang bisa mengubah arah jalur institusional mereka. Pada saat-saat inilah masyarakat bisa memilih untuk membangun institusi yang lebih inklusif atau malah memperkuat institusi yang ekstraktif. Contoh klasik yang sering diangkat adalah perbedaan nasib antara Amerika Utara dan Amerika Latin setelah kedatangan penjajah Eropa. Amerika Utara, dengan iklim dan kondisi lingkungan yang cocok untuk pemukiman, cenderung mengembangkan institusi yang melibatkan masyarakat secara luas. Sebaliknya, Amerika Latin, dengan sumber daya alam yang berlimpah, justru menarik para penjajah untuk membangun sistem berbasis eksploitasi sumber daya. Dampaknya, Amerika Utara berkembang menjadi wilayah yang lebih makmur dan stabil secara politik, sementara Amerika Latin terus bergulat dengan ketimpangan sosial dan ekonomi.

Hal lain yang tidak kalah penting adalah konsep sentralisasi kekuasaan politik. Institusi yang baik butuh dukungan dari kekuasaan politik yang kuat dan terpusat. Mengapa? Karena tanpa kekuasaan terpusat, aturan hukum sulit ditegakkan, dan konflik kepentingan menjadi lebih sering terjadi. Namun, sentralisasi ini harus disertai dengan akuntabilitas. Tanpa akuntabilitas, kekuasaan politik yang kuat bisa berubah menjadi sistem yang opresif dan ekstraktif. Bayangkan negara-negara otoriter di mana penguasa mengontrol segalanya tanpa pengawasan—sistem semacam ini cenderung membangun institusi ekstraktif yang hanya menguntungkan segelintir orang.

Selain itu, ada fenomena yang disebut pergeseran institusi; yaitu perubahan kecil yang terjadi secara bertahap dalam jangka panjang. Pergeseran ini bisa memperkuat sistem inklusif atau, sebaliknya, justru membuat institusi yang tadinya inklusif menjadi ekstraktif. Misalnya, reformasi hukum kecil-kecilan atau perubahan kebijakan tertentu mungkin terlihat sepele, tapi jika dilakukan secara terus-menerus, dampaknya bisa besar dalam jangka panjang. Inilah mengapa dinamika kekuasaan politik sangat penting. Elit yang diuntungkan dari sistem ekstraktif cenderung akan menolak perubahan, karena mereka tidak ingin kehilangan akses ke kekuasaan dan kekayaan.

Pendekatan mereka juga didukung oleh banyak bukti empiris. Salah satu penelitian mereka yang paling terkenal adalah tentang warisan kolonial. Dalam penelitian tersebut, mereka menunjukkan bahwa wilayah-wilayah yang di masa lalu membangun institusi ekstraktif selama era kolonial, seperti kebun-kebun besar di Afrika atau Amerika Latin, saat ini masih mengalami masalah kemiskinan dan ketidaksetaraan yang tinggi. Sebaliknya, wilayah-wilayah yang membentuk institusi inklusif, seperti Amerika Utara, saat ini cenderung lebih stabil secara politik dan lebih makmur secara ekonomi. Peristiwa penting lain yang sering mereka soroti adalah Revolusi Agung (Glorious Revolution) di Inggris, di mana sistem monarki absolut diubah menjadi sistem monarki konstitusional yang lebih inklusif, sehingga memungkinkan lahirnya lembaga-lembaga ekonomi modern yang lebih terbuka dan partisipatif.

Lalu, bagaimana teori ini relevan untuk manajemen strategis? Dalam dunia bisnis, perusahaan tidak bisa lepas dari pengaruh institusi di negara tempat mereka beroperasi. Jika suatu negara memiliki institusi inklusif, maka bisnis memiliki peluang lebih besar untuk berkembang. Sebaliknya, di negara-negara dengan institusi ekstraktif, perusahaan sering menghadapi risiko yang lebih besar, seperti korupsi, ketidakpastian hukum, dan pengambilan keputusan yang didominasi oleh elit tertentu. Teori ini juga memberikan wawasan bagi perusahaan multinasional yang ingin melakukan ekspansi global. Sebelum berinvestasi di negara tertentu, penting untuk menganalisis apakah institusi di negara tersebut bersifat inklusif atau ekstraktif. Perusahaan dapat menggunakan pemahaman ini untuk memetakan risiko dan merancang strategi mitigasi yang lebih efektif.

Menariknya, perusahaan bukan hanya aktor pasif dalam ekosistem institusional. Dalam beberapa kasus, perusahaan besar justru dapat memengaruhi bentuk institusi di suatu negara. Perusahaan yang kuat secara finansial dapat melobi perubahan kebijakan atau memperkuat status quo. Kadang-kadang, perusahaan membantu memperkuat sistem ekstraktif dengan mendukung regulasi yang menguntungkan mereka, tetapi di sisi lain, perusahaan juga dapat mendorong reformasi yang lebih inklusif, misalnya dengan mengadvokasi transparansi dan keadilan dalam peraturan pasar.

Sumber:
Acemoglu D, Johnson S, Robinson J, 2004. Institutions as the Fundamental Cause of Long-Run Growth, NBER Working Paper Series, National Bureau of Economic Research. URL: http://www.nber.org/papers/w10481

Ekonomi Kompleksitas

Arthur WB (2021) menulis paper yang membandingkan ekonomi konvensional (neoklasik) dengan ekonomi kompleksitas.

Ekonomi neoklasik konvensional didasarkan pada beberapa asumsi inti:

  1. Rasionalitas sempurna: Diasumsikan bahwa agen-agen ekonomi memecahkan masalah yang terdefinisi dengan baik menggunakan logika rasional sempurna untuk mengoptimalkan perilaku mereka.
  2. Agen representatif: Biasanya diasumsikan bahwa agen-agen ini serupa satu sama lain — mereka bersifat “representatif” — dan dapat dikategorikan ke dalam satu, sedikit, atau sejumlah kecil tipe yang mewakili.
  3. Pengetahuan bersama: Diasumsikan bahwa semua agen memiliki pengetahuan yang sama tentang tipe agen lain, bahwa agen lain juga sepenuhnya rasional, dan mereka berbagi pengetahuan umum ini.
  4. Keseimbangan: Diasumsikan bahwa hasil agregat konsisten dengan perilaku agen, sehingga tidak ada insentif bagi agen untuk mengubah tindakan mereka.

Namun, dalam 120 tahun terakhir, ekonom seperti Thorstein Veblen, Joseph Schumpeter, Friedrich Hayek, dan Joan Robinson menentang kerangka keseimbangan ini dengan alasan masing-masing. Mereka berpendapat bahwa diperlukan pendekatan ekonomi yang berbeda.

Presentasi di IEEE TEMS tentang Pengembangan Strategi berbasis Kompleksitas

Pada tahun 1987, Santa Fe Institute mengadakan konferensi yang mengundang sepuluh teoretisi ekonomi dan sepuluh teoretisi fisika untuk mengeksplorasi ekonomi sebagai sistem kompleks yang terus berkembang.

Ekonomi kompleksitas melihat ekonomi bukan sebagai sistem yang selalu dalam keadaan seimbang, tetapi sebagai sistem yang terus berubah. Keputusan yang diambil oleh para pelaku ekonomi (atau agen) tidak diasumsikan superrasional, dan masalah yang mereka hadapi tidak selalu terdefinisi dengan baik. Ekonomi tidak lagi dipandang sebagai “mesin yang bekerja sempurna,” melainkan sebagai “ekologi” yang selalu berubah — berisi kepercayaan, prinsip pengorganisasian, dan perilaku yang terus berkembang.

Ekonomi kompleksitas menganggap bahwa setiap pelaku ekonomi berbeda satu sama lain, memiliki informasi yang tidak sempurna tentang agen lain, dan terus mencoba memahami situasi yang mereka hadapi. Agen-agen ini mengeksplorasi, bereaksi, dan terus-menerus mengubah tindakan dan strategi mereka berdasarkan hasil yang mereka ciptakan bersama. Hasil akhirnya mungkin tidak dalam keadaan keseimbangan dan dapat menunjukkan pola serta fenomena baru yang tidak terlihat dalam analisis keseimbangan. Ekonomi menjadi sesuatu yang tidak tetap dan ada begitu saja, tetapi terus berkembang melalui kumpulan tindakan, strategi, dan keyakinan yang sedang berkembang. Ekonomi tidak lagi mekanistik, statis, abadi, dan sempurna, melainkan organik, hidup, selalu menciptakan dirinya sendiri, dan penuh dengan dinamika yang rumit.

Perbandingannya dipaparkan dalam tabel berikut:

Dalam sistem kompleks, tindakan yang diambil oleh seorang agen disalurkan melalui jaringan koneksi. Dalam ekonomi, jaringan ini dapat terbentuk melalui perdagangan, transmisi informasi, pengaruh sosial, atau aktivitas pinjam-meminjam. Ada beberapa aspek menarik dari jaringan ini:

  1. Struktur interaksi atau topologi jaringan memengaruhi stabilitas.
  2. Jaringan memungkinkan pasar untuk mengatur diri mereka sendiri.
  3. Risiko dapat ditransmisikan melalui jaringan, peristiwa dapat menyebar, dan struktur kekuasaan dapat terbentuk.

Topologi jaringan sangat penting untuk menentukan apakah konektivitas meningkatkan stabilitas atau justru sebaliknya. Kerapatan koneksi juga memainkan peran penting. Jika sebuah peristiwa terjadi di jaringan yang jarang terhubung, dampaknya akan segera berhenti karena tidak ada jalur untuk penyebaran lebih lanjut. Namun, di jaringan yang sangat terhubung, peristiwa tersebut akan menyebar luas dan terus meluas dalam waktu yang lama. Jika jaringan perlahan-lahan meningkatkan tingkat konektivitasnya, sistem akan berubah dari memiliki sedikit dampak (atau tanpa dampak) menjadi dampak besar, bahkan menghasilkan konsekuensi yang tidak berakhir. Hal ini dikenal sebagai perubahan fase, salah satu ciri khas dari ekonomi kompleksitas.

Ekonomi kompleksitas, dengan fokusnya pada dinamika jaringan dan evolusi sistem, menawarkan cara baru untuk memahami perilaku ekonomi di dunia yang penuh ketidakpastian dan perubahan yang cepat.

Referensi:

Modularitas dan Tata Kelola Ekosistem

Paper dari Jacobides, Cennamo, dan Gawer (2018) memaparkan lebih lanjut
peran penting modularitas dalam ekosistem. Sebagai implikasinya, diperlukan tata kelola yang seimbang untuk memastikan ekosistem tetap sehat dan berkembang, sehingga dapat mendukung keberlangsungan bisnis dari entitas-entitas di dalamnya.

Koordinasi Ekosistem

Modularitas merupakan elemen krusial dalam mendukung pertumbuhan ekosistem. Modularitas bukanlah faktor eksternal (eksogen), melainkan hasil dari peran aktif pemegang platform dalam membentuk struktur dan hubungan antar entitas di dalam ekosistem. Saat modularitas disusun, ekosistem dapat terbentuk meskipun awalnya tidak dirancang secara eksplisit, seperti yang terjadi pada ekosistem aplikasi iPhone versi awal. Meskipun awalnya dirancang sebagai sistem tertutup (walled garden), ekosistem iPhone berkembang dengan masuknya aplikasi pihak ketiga tanpa otorisasi formal, menciptakan ekosistem yang lahir secara tidak sengaja (accidental ecosystem).

Kolaborasi Ekosistem

Dinamika kolaborasi dalam ekosistem sangat bergantung pada jenis komplementor yang terlibat, yang menghasilkan variasi dalam perilaku dan struktur pengelolaan. Pola perilaku di sektor yang lebih baru cenderung berbeda dibandingkan dengan sektor yang sudah mapan. Semakin dinamis interaksi dalam ekosistem, semakin besar potensi keberhasilan dalam mengenali peluang dan mengadopsi pendekatan yang tepat untuk keberlangsungan ekosistem. Dalam konteks persaingan, kemudahan dalam mengakses aset serta relasi antar komponen menjadi penentu utama dalam menarik aktor baru atau mendorong perpindahan aktor antar ekosistem. Mekanisme ini memperkuat dinamika lintas ekosistem yang dapat memengaruhi kesuksesan kolaborasi.

Penciptaan Nilai

Penciptaan nilai dalam ekosistem dapat dianalisis melalui interaksi antara berbagai komplementor yang terlibat. Interaksi ini tidak hanya memberikan nilai tambah bagi pelanggan, tetapi juga menciptakan tantangan untuk mempertahankan anggota ekosistem, terutama jika ada kompetitor yang menawarkan daya tarik lebih besar. Semakin modular sebuah ekosistem, semakin besar upaya yang harus dilakukan oleh pusat ekosistem untuk menarik anggota baru. Namun, ketika ekosistem mencapai dominasi tertentu, proses penambahan anggota akan terjadi secara alami tanpa banyak intervensi.

Tata Kelola Ekosistem

Tata kelola dalam ekosistem bergantung pada aturan yang mengatur keterlibatan aktor dalam ekosistem, baik dalam bentuk aturan tertulis maupun aturan informal yang diakui secara de facto. Sifat dari antarmuka dan standar dalam ekosistem juga menentukan sejauh mana aktor dapat berpartisipasi secara efektif. Beberapa ekosistem memiliki tata kelola yang ketat dan didokumentasikan, sementara yang lain lebih bergantung pada aturan yang tidak terformalisasi namun tetap diakui oleh para aktor dalam ekosistem tersebut. Keberhasilan tata kelola ini sangat penting untuk memastikan keseimbangan antara inovasi, kolaborasi, dan persaingan dalam ekosistem.

Storytelling

Penceritaan, narasi, atau storytelling merupakan cara alami dan mendasar untuk memahami dan menjelaskan dunia. Sebagai model acuan mental, cerita membentuk struktur dasar bagaimana manusia menyusun, mengaitkan, dan mengingat informasi. Dalam setiap cerita, terdapat alur, tokoh, dan konteks yang memberikan kerangka terstruktur, memungkinkan otak manusia mengolah informasi kompleks menjadi pola yang lebih mudah dipahami. Cerita mampu mentransformasikan ide-ide abstrak menjadi sesuatu yang konkret, menciptakan hubungan emosional dan kognitif antara pendengar atau pembaca dengan gagasan yang disampaikan.

Dalam masyarakat, cerita berfungsi sebagai media utama untuk menyampaikan wawasan budaya, tradisi, dan nilai-nilai. Sebagai sarana kolektif, cerita membantu menjaga kesinambungan identitas budaya, mengajarkan norma-norma sosial, dan memperkuat rasa kebersamaan. Wawasan budaya yang tersampaikan melalui cerita tidak hanya memperkaya pemahaman individu tetapi juga memperkuat ikatan dalam komunitas, menciptakan kesadaran kolektif yang lebih mendalam.

Di tingkat personal, cerita memiliki hubungan langsung dengan model mental seseorang. Manusia lebih mudah mengingat dan memahami konsep ketika informasi disajikan dalam bentuk narasi yang terstruktur. Keterkaitan logis dan emosional dalam cerita memungkinkan individu memproses kondisi rumit dengan lebih baik. Ketika elemen-elemen cerita dipadukan dengan emosi, gambar mental, dan konteks relevan, ini membantu membentuk konsep yang lebih kokoh dalam memori jangka panjang.

Cerita dimanfaatkan secara luas dalam berbagai bidang untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam komunitas, cerita digunakan untuk menyebarkan pengetahuan secara efektif, baik dalam bentuk tradisional seperti folklore maupun melalui media modern. Di ranah intelektual, cerita menjadi alat untuk menghimpun dan melembagakan pengetahuan sebagai bagian dari intellectual capital (IC). Dengan menstrukturkan pengetahuan dalam bentuk narasi, cerita membantu organisasi atau komunitas menciptakan aset pengetahuan yang dapat diwariskan dan diakses lintas generasi. Dalam pendidikan, cerita memainkan peran penting dalam meningkatkan efektivitas pembelajaran. Melalui cerita, siswa dapat lebih mudah memahami materi pelajaran, mengaitkannya dengan pengalaman pribadi, dan membangun pemahaman yang lebih mendalam.

Menariknya, cerita tidak selalu harus diingat dalam detailnya. Dalam banyak kasus, elemen kunci dari cerita, yang terekam sebagai priming memory, dapat memicu akses ke memori sadar di saat-saat tertentu. Misalnya, sebuah cerita tentang keberanian dapat memunculkan pola pemikiran atau tindakan tertentu saat seseorang menghadapi situasi sulit. Dengan demikian, cerita tidak hanya berfungsi sebagai media pengajaran tetapi juga sebagai pemandu bawah sadar yang membentuk cara seseorang bertindak dan bereaksi dalam kehidupan sehari-hari.


Beberapa buku yang menggunakan pendekatan storytelling untuk menyampaikan wawasan mendalam antara lain:

Bahkan, kitab suci tidak disusun dalam bentuk pasal-pasal, melainkan melalui rangkaian cerita yang sarat makna, yang mampu memotivasi dan membimbing manusia. Perubahan dalam masyarakat lebih mungkin terjadi melalui wacana yang disampaikan dalam bentuk cerita, narasi historis, dan simbol-simbol, daripada melalui proposisi logis semata.

© 2025 Leadership Insights

Theme by Anders NorenUp ↑